Sudah dijelaskan mengenai kurva
karakteristik pompa, mulai dari head hingga efisiensi pompa untuk menjaga agar
pompa tetap berada pada kondisi yang optimal sehingga tidak terjadi kavitasi.
Kali ini, kita akan membahas dari
sudut praktis, dimana beberapa hal bisa membuat pompa berjalan tidak optimal
meskipun kita sudah mencoba untuk mengaplikasikan kurva karakteristik pompa.
Air Pocket
Udara terjebak dalam suction
pompa bisa membuat pompa berjalan dengan tidak optimal. Hal ini dikarenakan
adanya udara terjebak tersebut akan menghalangi laju alir fluida. Akibatnya,
meskipun NPSHr sudah terpenuhi, namun saat pompa distart masih menunjukkan gejala
mirip kavitasi, misalkan adanya noise dan getaran pada pompa. Maka dari itu,
sebelum pompa distart, pastikan tidak ada udara yang terjebak dengan membuka
high venting point dan low drain point pada piping suction dan juga pompa.
High differential pressure (DP)
pada strainer suction pompa
Adanya DP yang besar pada
strainer, akan membuat aliran terhambat dan juga membuat berkurangnya tekanan
suction pompa. Hal ini juga akan membuat gejala kavitasi pompa jika tekanan
suction tersebut kurang dari NPSHr. Untuk kasus pada air pocket, kita tidak
perlu men-stop pompa, cukup buka vent/drain point untuk membuang udara
terjebak. Namun, pada kasus high DP pada suction, mau tidak mau kita harus
menggunakan pompa stand-by, dan men-stop pompa on-duty.
Bagaimana jika pompa on-duty
masih harus digunakan karena pompa stand-by masih ada masalah?
Kita bisa men-throttle bagian
discharge pompa untuk mengurangi NPSHr, sehingga pompa masih bisa berjalan
dengan lancar, namun hal ini akan mengurangi kapasitas pompa. Dan, pompa juga
berpotensi menderita kavitasi discharge jika throttle yang kita lakukan terlalu
besar. Maka dari itu, cara ini adalah cara sementara dan pompa yang berjalan
perlu di-awasi.
Kurangnya tekanan pada tangki
sehingga menurunkan tekanan suction
Ini adalah kejadian nyata yang
saya alami ketika melakukan kegiatan commissioning pompa reboiler Acid Gas
Enrichment Unit (AGE). Kondisi operasi reboiler AGE adalah 1 barg, sedangkan
saya menjalankan pompa dengan tekanan atmosferik. Akibatnya, pompa berjalan
dengan tidak optimal, sebab saya harus men-throttle bagian discharge pompa
untuk menghindari peristiwa kavitasi.
Setelah saya melakukan injeksi
nitrogen pada bagian reboiler untuk menjaga tekanan AGE reboiler sebesar 1
barg, akhirnya saya bisa membuka penuh bagian discharge pompa dan mendapatkan
flowrate sesuai kondisi normal tanpa menderita kavitasi.
Akselerasi fluida pada pompa
Setelah kita mengantisipasi berbagai
hal diatas, kita masih juga mendapatkan peristiwa kavitasi pada pompa. Mungkin
ini, berhubungan dengan peristiwa akselerasi fluida pada pompa. Hal ini bisa
terjadi ketika kita men-start pompa pada kondisi level yang rendah. Meskipun
begitu, pompa bisa berjalan dengan optimal setelah kita men-throttle discharge
pompa, selama beberapa detik, kemudian mengembalikan kembali katup yang kita
throttle tersebut ke kondisi semula.
Mari kita
lihat skematik gambar tersebut, untuk melihat bagaimana peristiwa ini bisa
terjadi.
|
Perubahan level pada saat pompa mulai dijalankan |
Kurva
diatas menjelaskan mengenai perubahan level sebuah sump, dimana fluida dari
sump tersebut akan dipompa menggunakan submersible pump. Fluida dari sump
diambil dari danau dengan menggunakan pipa sepanjang 3 mil. Perubahan
ketinggian sump relatif terhadap danau tersebut diamati ketika pompa pertama
kali distart.
Pada point
0 ft, merupakan point dimana ketika pompa belum mulai dijalankan. Bisa kita
lihat bahwa ketinggian fluida yang ada di sump sama dengan ketinggian fluida
yang ada di danau. Sedangkan, pada posisi kesetimbangan, equilibrium level
adalah posisi dimana pompa sudah berjalan dengan steady, sehingga tidak lagi
ditemukan adanya perubahan dari ketinggian fluida di sump terhadap danau.
Ketinggian
level sump lebih tinggi pada waktu pompa belum distart karena masih belum
adanya aliran. Dimana, dengan adanya aliran karena disebabkan pompa berjalan
akan menyebabkan adanya friksi yang menyebabkan turunnya tekanan suction. Hal
ini yang menyebabkan level sump ketika pompa sudah berjalan lebih rendah ketika
sebelum pompa dijalankan
Selain itu,
kita juga melihat adanya kondisi transisi sebelum sump mencapai level
kesetimbangan. Dimana, level pada masa transisi lebih rendah dari masa
kesetimbangan, yakni -15 ft. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Hal ini
diakibatkan oleh adanya proses akselerasi fluida yang sebelumnya dalam kondisi
diam,kemudian ketika pompa di-start, secara otomatis dia akan berakselerasi
hingga mencapai kecepatan tertentu. Proses ini membutuhkan banyak energy,
sehingga ia mengambil banyak dari tekanan suction fluida, sebelum akhirnya ia
mendapatkan posisi kesetimbangan dan mendapatkan tambahan tekanan karena sistem
telah bergerak dengan kecepatan yang tetap.
Adanya
akselerasi inilah yang kadang menyebabkan adanya gejala kavitasi pada waktu
pompa pertama kali di-start. Disebabkan, ia akan banyak memakan tekanan
suction. Jika NPSH tidak mencukupi untuk
proses akselerasi ini, maka sistem tidak akan pernah mencapai proses
kesetimbangan. Karena adanya kavitasi disebabkan proses akselerasi akan
menyebabkan turunnya kinerja pompa, sehingga kesetimbangan tidak akan pernah
tercapai.
Maka dari
itulah, untuk mengurangi akselerasi tersebut, pada waktu sebelum pompa
di-start, kita harus men-throttling bagian discharge pompa. Setelah pompa di-start,
maka kita kemudian melakukan pembukaan bagian discharge sedikit demi sedikit,
hingga mencapai kondisi full open. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kehilangan tekanan suction akibat proses akselerasi.
Hal ini
biasa diterapkan pada pompa yang memiliki kapasitas yang besar karena tentu
saja akan menghasilkan akselerasi yang besar apabila pompa di-start. Selain
itu, juga diterapkan ketika level tangki penyimpan yang rendah, namun belum
mencapai kondisi interlock, sehingga pompa masih bisa dijalankan.