Monday, March 26, 2018

Process Control System: Galeri Foto Item PCS (8-last)

Pada kesempatan ini, akan diperlihatkan galeri foto untuk item yang dipergunakan dalam Process Control System (PCS) atau bisa disebut Distributed Control System (DCS) karena pola jaringannya yang terdistribusi. Sengaja posting ini dibuat untuk mengenalkan pada kita semua mengenai bentuk fisik dari alat yang dipakai dalam rangkaian PCS. Tentu saja, apa yang diperlihatkan pada galeri foto ini tidak harus sama persis seperti apa yang ditemui di lapangan disebabkan manufakturnya yang belum tentu sama. Namun, at least, setidaknya bisa memberikan sebuah gambaran mengenai rangkaian PCS.

Berikut adalah schematic drawing dari rangkaian PCS 
Alur Rangkaian PCS
Dari lapangan, parameter sebuah proses dibaca dengan menggunakan transmitter. Tipe dari transmitter ini bisa bermacam-macam, seperti membaca aliran, tekanan, suhu, tinggi dan lain sebagainya. Gambar dari pressure transmitter seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.

Pressure Transmitter
Wiring dari transmitter-transmitter yang berada pada satu area yang sama akan menuju ke field junction box seperti ditunjukkan oleh gambar dibawah
Internal Junction Box
Selanjutnya, dari field junction box, kabel akan menuju ke rack room dengan menggunakan cable tray atau ditanam dibawah tanah, tergantung dari desain.

Cable Tray
Cable tray ini akan masuk ke dalam rack room melalui bagian bawah bangunan, biasanya menggunakan raised floor.

Raised Floor di Rack Room
Dari raised floor inilah, cable akan dimasukkan ke dalam cabinet-cabinet yang ada di rack room.

Cabinet-Cabinet di dalam Rack Room
Apabila kabel instrumentnya adalah hardwired, maka ia akan masuk ke dalam Marshalling Cabinet, dimana luaran dari Marshalling Cabinet, kabelnya diubah menjadi I/O Extension. Sekangkan, jika memakai fieldbus, maka akan langsung menuju ke PCS System Cabinet.

Internal Marshalling Cabinet
Dari Marshalling Cabinet, output dari wiring akan menuju ke PCS/ DCS System Cabinet, dimana terdapat Controller.
Internal PCS System Cabinet
Tiap DCS System Cabinet akan terhubung satu sama lainnya melalui jaringan DCS. Jaringan DCS ini juga terhubung dengan monitor sehingga operator bisa memantau proses yang terjadi di lapangan secara real-time

Selain itu, beberapa equipment dalam bentuk paket yang memiliki unit pengontrolan tersendiri baik berupa Unit Control Panel (UCP) ataupun Local Control Panel (LCP), misalnya air compressor, maka akan ada Cabinet khusus untuk memantau parameter proses yang terjadi, yaitu Network Cabinet. Cabinet ini digunakan untuk mengkonversi kabel komunikasi yang dipakai equipment tadi sehingga bisa masuk ke dalam jaringan DCS.

Internal Network Cabinet
Gambar selanjutnya adalah contoh operator work station yang terdapat di dalam control room
  
Operator Work Station
Di dalam operator work station, terdapat monitor yang bisa digunakan untuk memonitor proses di lapangan yang disebut Human-Machine Interface (HMI) atau Human Interface Station (HIS).
Salah satu bentuk HMI/ HIS seperti ditunjukkan oleh gambar dibawah

HMI
Selain memonitor proses, pada HMI/ HIS juga bisa menunjukkan adanya alarm untuk mengingatkan operator supaya proses selalu berjalan dengan aman.

Alarm History HMI
Untuk output sinyal, jalur rangkaiannya juga sama. Yang membedakan adalah arah sinyalnya yang menuju ke final control element, misalkan control valve.

Control Valve
Sekian galeri foto dari PCS/ DCS. Mudah- mudahan bisa bermanfaat bagi kita semua.

Salam  

Sunday, March 25, 2018

Process Control System: Sensors and Actuators (7)

Apa yang selama ini telah dibahas adalah loop diagram dimana proses pengontrolannya menggunakan control valve dengan mengambil input dari transmitter. Di lapangan, banyak sekali macam jenis pengontrolan selain hal yang disebutkan diatas. 

Berikut disajikan sebuah tipikal wiring PCS untuk bermacam-macam jenis input/ output


Bisa diketahui dari gambar tersebut, selain menuju ke pneumatic valve, ada jenis output lain yang menuju ke motor sebagai relay, atau ke solenoid valve dan juga ke dalam sebuah switch. Berbeda dengan pneumatic valve yang dimana outputnya menyatakan besaran, output yang menuju ke beberapa alat tadi berfungsi untuk memberikan salah satu dari dua buah kondisi yang berbeda, misalkan pada sebuah solenoid valve, yakni untuk membuka atau menutup valve. Hal ini disebut sebagai digital output.  Perlu diketahui bahwa hal ini sedikit berbeda dengan pola transmisi sinyal digital dengan menggunakan fieldbus yang pernah dibahas waktu lalu. Jika menggunakan fieldbus, maka kabel yang digunakan adalah kabel komunikasi dimana sinyalnya menyatakan besaran. Untuk kasus seperti dijelaskan diatas, kabel yang digunakan adalah kabel elektrik hardwired yang dinyatakan dengan garis putus-putus dan sinyalnya berfungsi untuk menyatakan/ memberikan status. Misalkan, contoh dibawah adalah sebuah On/Off Solenoid valve yang menggunakan satu Digital Output


Tipikal block untuk On/Off solenoid valve diatas dengan satu DO, dinyatakan pada gambar dibawah


On/Off valve harus memiliki feedback status posisi valve untuk mengetahui apakah valve sedang dalam posisi terbuka atau tertutup. Oleh karena itu, digunakanlah Digital Input untuk memberitahukan hal ini. Pada saat perintah dikirimkan, maka pada logic ini, sinyal akan diberikan melalui digital output untuk meng-energize coil pada solenoid valve sehingga udara instrument bisa masuk ataupun keluar. Hal ini akan mengakibatkan terbuka atau tertutupnya valve. Pilihan yang diberikan cuma dua, bisa dilambangkan dengan angka "1" jika arus mengalir sehingga sirkuit tertutup, atau angka "0" jika arus tidak mengalir sehingga sirkuit terbuka.   

Berdasarkan apa yang telah dipelajari, maka bisa dipetik kesimpulan sebagaimana diutarakan pada gambar dibawah untuk menyatakan hubungan antara sensor dan actuator dengan jenis transmisi sinyal untuk proses pengontrolan


Pada actuator, sering dibutuhkan bentuk energi lain sebagai penggerak atau semacam relay untuk mengaktifkan final control element, misalkan instrument air yang digunakan untuk menaik-turunkan control valve atau relay untuk men-start/stop motor dikarenakan sinyal yang dikirimkan memiliki energi yang tidak terlalu besar. 
Pada kasus pnematic control valve diatas, maka digunakan transducer untuk mengubah sinyal elektrik menjadi sinyal penumatic, sehingga bukaan control valve bisa tetap terjaga. Adapun bahasan mengenai tipe control valve, meliputi control action, apakah bersifat direct atau reverse, apakah ia fail open atau closed ketika terjadi kondisi darurat, sudah pernah dibahas dalam tulisan Introduction to Closed Loop Diagram in Plant Operation   yang bisa kembali dibaca ulang.

Dengan berakhirnya tulisan ini, maka pembahasan mengenai process control dalam sebuah plant sudah selesai. Kita sudah belajar bersama tiap komponen yang ada dalam sebuah PCS dan bagaimana bentuk transmisi sinyal yang dijalankan untuk mengontrol sebuah proses. Tentu saja, di lapangan akan masih banyak lagi bermacam-macam contoh bentuk logic yang disesuaikan dengan kondisi dan juga aspek safety, dimana hal ini mendorong kita untuk terus belajar lagi.

Pada bagian selanjutnya adalah bagian akhir dari seri tulisan ini, dimana akan diperlihatkan galeri foto yang berkaitan dengan sistem PCS.

Keep Stay Tuned

Friday, March 23, 2018

Process Control System: Controller (5)

Pada tulisan sebelumnya, bisa dilihat bagaimana sebuah perbedaan dalam jenis sinyal mempengaruhi bentuk sebuah jaringan. Mari lihat contoh dibawah ini bagaimana perubahan dari jenis transmisi sinyal dirubah dari analog menjadi digital pada sebuah kabinet sistem dimana terdapat I/O interphase dan juga controller
Perubahan System Cabinet dari Analog menjadi Digital
Berdasarkan gambar diatas, bisa dilihat bahwa penampilan kabinet sistem berubah menjadi lebih simpel dengan menggunakan transmisi sinyal digital karena tidak membutuhkan banyak kabel untuk menyalurkan sinyal digital.

Setelah membahas mengenai jenis transmisi sinyal, kali ini akan dibahas mengenai bagaimana sinyal tersebut diterima, diterjemahkan dan diproses sehingga bisa memberikan output sinyal yang kemudian diteruskan ke dalam actuator. Hal ini dilakukan oleh controller yang ditunjukkan oleh kotak hitam pada gambar disamping.

Adapun bentuk controller bisa bermacam-macam dan hal ini pernah ditampilkan pada tulisan sebelumnya, yang bisa dilihat kembali disini

Mari lihat kotak hitam tersebut secara lebih jelas melalui gambar dibawah:

Controller Unit dalam System Cabinet
Diatas ditunjukkan sebuah sistem pengontrolan yang terdiri atas I/O Cards, Controller dan juga Power Supply. Contoh diatas memperlihatkan adanya dual item untuk satu jaringan, misalkan dua controller, dua I/O cards untuk menangani satu proses yang sama. Hal ini menunjukkan sistem kontrol tersebut bekerja secara redundancy. Artinya, apabila satu rangkaian rusak, maka sistem masih bisa beroperasi dengan menggunakan satu sistem lainnya yang masih berfungsi normal.

Controller pada gambar diatas adalah Motorola PowerPC, yang merupakan Central Processing Unit (CPU) 32 bit yang memiliki cukup memori yang digunakan untuk kebutuhan kontrol dan mampu menangani hingga  64 I/O Cards per controller.

Jika digambarkan dalam bentuk diagram rangkaian sistem kontrol, maka kotak hitam diatas kurang lebih akan sama dengan kotak yang ditunjukkan dalam gambar dibawah:

Controller bisa menjalankan fungsinya untuk mengontrol sebuah sistem jika ada program yang berjalan di dalam unit controller tersebut yang melakukan fungsi algoritmiknya untuk merespon parameter yang ditransmisikan dari transmiter di lapangan. Pemograman ini bisa dilakukan di ruangan engineering work station. Caranya ditunjukkan oleh skematik dibawah:


Pada ruangan Engineering Work Station tersebut memiliki sebuah software yang terinstall di dalam PCS System Server. Strategi pengontrolan untuk proses operasi bisa dibuat menggunakan Control Builder yang merupakan bagian dari software dalam PCS System Server tersebut. Setelah strategi control dibuat, maka ia bisa di-download ke dalam controller sehingga controller dapat bekerja.

Control Builder yang digunakan untuk memprogram Controller berisi sekumpulan blok fungsi standard (Standard Function Block) yang harus dirangkai terlebih dahulu sehingga membentuk konfigurasi yang dikehendaki untuk kemudian bisa mendefinisikan bagaimana sebuah kontrol dilakukan.

Function Block (Logical Connection)
Function Block yang telah terbentuk inilah yang kemudian berfungsi sebagai unit pemrosesan yang digunakan untuk mengontrol sebuah proses sesuai dengan I/O yang dituju. 

Pada tulisan kali ini, dapat diketahui bagaimana pemrograman terhadap controller dilakukan dengan diisi didalamnya oleh rangkaian function block standard dari Control Builder. Pada bagian selanjutnya, akan dibahas mengenai function block standard yang terdapat dalam Control Builder.

Keep Stay Tuned

Thursday, March 22, 2018

Process Control System: Network (4)

Jenis sinyal yang digunakan untuk mengirim parameter proses yang terjadi di lapangan akan mempengaruhi jenis rangkaian yang digunakan. 

Mari lihat perbedaan rangkaian antara sinyal analog dengan digital, melalui gambar dibawah:
Rangkaian Closed Loop Diagram antara Analog dengan Digital Signal

Pada transmisi sinyal analog yang ditunjukkan oleh gambar diatas dengan menggunakan 4-20 mA, bisa dilihat bahwa pada controller harus menggunakan ADC dan juga DAC. Hal ini dikarenakan controller hanya bisa membaca sinyal dalam bentuk digital. Sedangkan pada transmisi sinyal digital, pada controller tidak dibutuhkan ADC dan juga DAC karena sinyal sudah dalam bentuk digital. Namun, karena proses pengukuran dan juga kontrol harus terjadi secara kontinue, sebagai gantinya maka ADC dan juga DAC ini terpasang pada alat yang ada di lapangan.

Perbedaan transmisi ini jelas akan menimbulkan hardware yang berbeda. Pada sistem transmisi yang menggunakan sinyal analog, maka diperlukan interphase untuk mengubah I/O dari analog menjadi digital sehingga bisa terbaca oleh controller, seperti diwakilkan oleh gambar ADC dan DAC diatas. Dalam sebuah plant, yang menggunakan sistem transmisi analog, kita kenal ini dengan sebuatan I/O Cards

Tiap transmitter analog yang terpasang memiliki slot I/O cardnya sendiri. Artinya, akan banyak kabel yang harus ditarik dari lapangan menuju ke rack room sesuai dengan jumlah transmitter yang terpasang. Hal ini tentu saja berbeda dengan sinyal yang ditransmisikan secara digital menggunakan Fieldbus. 

Dengan menggunakan fieldbus, beberapa alat yang ada dilapangan bisa terkoneksi secara bersamaan hanya dengan menggunakan satu kabel komunikasi saja sesuai dengan batasannya. Hal ini bisa terjadi karena transmisi digital memungkinkan sharing informasi antara tiap alat yang ada dilapangan terjadi secara multidrop network melalui protocol tertentu. Penjelasan mengenai multidrop network, bisa didapatkan disini.

Dampaknya adalah ke dalam sistem arsitektur sebuah plant yang bisa diilustrasikan melalui gambar dibawah:


Bisa diketahui bahwa jenis transmisi sinyal bisa mempengaruhi pola arsitektur dalam sebuah plant. Kebanyakan plant yang penulis pernah kunjungi sebagian besar masih didominasi menggunakan sistem transmisi sinyal analog. Pola transmisi sinyal digital biasa digunakan untuk equipment dalam bentuk package

Jika dikupas lebih jauh, fieldbus yang digunakan untuk transmisi digital juga memiliki berbagai macam jenis karena protocol yang dipakai berbeda. Jenis yang berbeda akan mengakibatkan hardware yang dipakai juga berbeda. Protocol dalam sistem komunikasi antar data adalah semacam aturan yang harus dipenuhi agar trasmisi data bisa terjadi. Hal ini bisa meliputi sekuen format bagaimana proses transfer dilakukan mulai dari adress mapping, flow control, acknowleggement process dan sebagainya.

Berikut macam-macam fieldbus dan spesifikasinya:
Untuk fieldbus yang berbeda akan memiliki macam kabel transmisi yang juga berbeda. Misalkan, HART menggunakan 2-wire unshielded sedangkan Ethernet menggunakan fiberoptic
Kabel Transmisi
Selain itu, jumlah subcribernya pun berbeda-beda antar satu dengan yang lainnya, untuk HART, jumlah subscribernya hanya dibatasi sebanyak 15 buah.
Hart with 15 Field Devices
Penjelasan mengenai network pada tulisan mengenai PCS kali ini hanya menjelaskan mengenai aspek general bagaimana sebuah sistem transmisi sinyal berpengaruh terhadap sistem arsitektur sebuah plant. Mengenai aksesoris apa saja yang dipakai dalam sistem transmisi sinyal tidak dijelaskan secara detail. Seperti misalkan, surge arrester. Namun, tulisan ini telah secara garis besar menerangkan secara prinsipal sebuah jaringan yang dibangun untuk mengontrol sebuah proses yang terjadi di lapangan.

Pada bagian selanjutnya, akan dibahas mengenai jantung daripada sebuah PCS, yakni mengenai controller

Keep Stay Tuned 

Wednesday, March 21, 2018

Process Control System: Sinyal (3)

Sebuah alat pengukur, entah itu level, flow ataupun temperature transmitter, akan mengubah hasil pengukuran dari suatu parameter proses lapangan menjadi sebuah sinyal. Sinyal input inilah yang nantinya akan diproses controller dalam rack room dan menghasilkan output yang juga dalam bentuk sinyal output dan diteruskan ke dalam final control element untuk menjaga agar proses dalam sebuah plant tetap dalam kondisi stabil dan safe.

Layaknya smartphone yang bisa memiliki beragam sinyal, macam sinyal yang dihasilkan oleh sebuah measurement device juga bisa terdiri atas berbagai jenis. Mulai dari yang konvensional yakni jenis 4-20 mA, bisa dalam bentuk voltase 0-10 V hingga sinyal dalam bentuk komunikasi digital lewat fieldbus. Tabel dibawah merupakan jenis Input/Output sinyal yang disupport oleh DCS terdahulu:

Adapun jenis daripada sinyal bisa dibedakan menjadi dua jenis : Analog dan Digital.
1. Analog Signal : Sinyal yang mendeteksi adanya perubahan secara terus-menerus sehingga bentuknya mirip seperti ombak. Contohnya adalah dengan menggunakan tipe sinyal 4-20 mA. Tiap perubahan arus mengindikasikan adanya perubahan parameter proses yang sedang diukur atau actuator yang dikontrol. Contohnya, seperti pengukuran oleh temperature transmitter yang ditunjukkan oleh gambar dibawah:

Transmisi Sinyal Analog
2. Digital Signal : Sinyal digital yang dihasilkan dari bilangan biner. Sifatnya adalah tidak continue/ discrete. Karena dalam bentuk biner, maka sinyal yang disalurkan hanya terdiri atas dua nilai, yakni "0" dan "1" dalam bentuk sebuah paket data. Dengan demikian, sebuah alat pengukur yang menyalurkan sinyalnya dalam bentuk digital harus memiliki analog-to-digital converter (ADC) sehingga sinyal dari alat pengukur bisa dikonversi ke sinyal digital untuk kemudian bisa ditransmisikan. Mode transmisinya bisa dilakukan lewat berbagai macam cara, yakni salah satunya dengan mengatur tingkat level voltase.
Transmisi Sinyal Digital
Untuk memahami mengenai sinyal digital, mau tidak mau harus mempelajari mengenai bilangan biner. Salah satu contoh integrated circuit ADC yang dipergunakan untuk mengkonversi input analog sinyal voltase menjadi output biner 8-bit adalah ADC0804. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai ADC0804, silahkan berkunjung di situs berikut. Ketika dioperasikan pada voltase 5 volt DC, ADC0804 akan mengkonversi input voltase 0-5 volt menjadi bilangan 8-bit seperti ditunjukkan pada gambar dibawah:
ADC0804 dan konversi dalam bentuk biner
Semakin banyak jumlah bit menandakan bahwa semakin banyak step dalam sebuah range sinyal. Dalam contoh diatas yang memiliki 8 bit, maka jumlah stepnya adalah 2^8 (256 step) untuk 5 volt range. Ini juga berarti bahwa sebuah measurement device bisa memiliki pilihan satu diantara 256 nilai dalam sebuah range. Maka, semakin besar jumlah bit akan menandakan semakin kecil mesh pengukurannya sehingga mendekati fungsi kontinue seperti dalam sinyal analog. Tiap perubahan 0.0196 volt (5/256) akan menambah atau mengurangi satu step range digital dari total 256 step. Di sisi lain, hal ini tentu saja membutuhkan hardware yang lebih mahal karena memerlukan spesifikasi yang lebih tinggi untuk memproses sinyal analog dengan resolusi tinggi tersebut menjadi digital.

Contoh dibawah ini merupakan perbandingan pengukuran digital yang memiliki 10 steps yang ditunjukkan oleh value band dengan pengukuran secara analog yang diperlihatkan oleh garis yang menghubungkan tiap steps.
Pengukuran Digital
Adanya perbedaan jenis sinyal yang ditransmisikan akan memunculkan sistem rangkaian PCS yang berbeda. Hal ini termasuk berpengaruh dengan jenis komponen yang dipasang dalam sistem PCS dan juga jenis perlakuan apabila terjadi masalah, misalkan kalibrasi. Hal ini akan dikupas pada tulisan selanjutnya.

Keep Stay Tuned

Tuesday, March 20, 2018

Process Control System: Wiring/ Loop Diagram (2)

Untuk mengetahui rangkaian yang membentuk PCS, bisa dilihat didalam dokumen Loop Diagram. Loop Diagram adalah sebuah gambar yang menunjukkan detail instalasi sebuah perangkat instrumentasi termasuk wiring dan juga junction/ terminal box yang menghubungkan antara perangkat tersebut ke sistem kontrol.

Dari sini, akan banyak sekali kosakata baru yang perlu dipahami. Misalkan diatas, ada phrase "junction box" yang merupakan sebuah "enclosure" dimana kabel-kabel dari perangkat instrumentasi di lapangan disambung dengan kabel yang menuju ke sistem kontrol. Fungsinya adalah sebagai pelindung dan safety barrier. Bentuknya di lapangan seperti terlihat dibawah:

Bagian dalam JB yang merupakan terminal koneksi kabel antara lapangan dengan sistem kontrol
Tentu saja akan banyak sekali ditemukan hal-hal baru seperti diatas yang mungkin saja tidak pernah diketahui sebelumnya, sebab bukan bagian yang dipelajari seorang process engineer. Namun, hal yang paling penting adalah bahwa kita mengetahui prinsip bagaimana sistem tersebut bekerja. Dan, hal ini yang ditekankan ketika membahas mengenai "process control".

Contoh Loop Diagram diperlihatkan melalui gambar dibawah:


Jika diperhatikan dengan seksama, maka bisa dilihat bagaimana sebuah closed loop diagram diterjemahkan melalui loop diagram seperti diatas. Inputnya berasal dari Level Transmitter-15 (LT-15) dan melalui controller yang berada di "pulp mill rack room", ia akan memberikan output ke actuator dalam hal ini pneumatic control valve Level Valve-15 (LV-15) sehingga melalui tranducer I/P-15.

Selain itu, hal lain yang bisa diketahui bahwa wiring/ kabel yang digunakan sebanyak dua buah dan transmitter maupun actuator yang digunakan bertipe analog. Hal ini diketahui dari arus yang digunakan pada kabel yang dipakai yakni 4-20 mA. Tipe control action yang digunakan adalah "direct", artinya semakin tinggi level dalam tangki, maka bukaan control valve akan semakin besar. Display level control ini bisa dilihat di dalam Control Room melalui LC-15 untuk mengontrol level tangki dengan range 0-87 inches. 

Begitu banyak informasi yang bisa diketahui dari sebuah "Loop Diagram" yang sebenarnya merupakan penggambaran dari sebuah "Closed Loop Diagram". "Loop Diagram" kadang juga bisa disebut sebagai "Wiring Diagram" karena memperlihatkan jalur rangkaian kabel dari mulai perangkat instrumentasi di lapangan hingga ke sistem kontrol yang membentuk sebuah rangkaian kontrol. Begitu banyaknya instrumentasi yang dimiliki oleh sebuah plant, maka dokumen ini sangatlah penting untuk mengidentifikasi kemana kabel sebuah perangkat instrumentasi harus dipasang. "Loop Check" biasa dilakukan setelah pemasangan sebuah alat instrumentasi untuk menguji bahwa tidak ada damage pada sebuah rangkaian kabel sehingga ia bisa menerima sinyal dengan baik.

Tidak semua "Loop Diagram" memberikan informasi se-detail diatas, biasanya ada dokumen pendukung lain yang memuat informasi yang tidak dimasukkan ke dalam "Loop Diagram" tersebut. Dengan dokumen ini, bisa diketahui rangkaian sebuah Closed Loop Diagram dan dimana ia terpasang sehingga apabila terjadi sesuatu, maka dengan cepat pengecekan bisa dilakukan berdasar dari lokasi yang ditunjukkan oleh "Loop Diagram" tersebut.

Dari tulisan ini, telah disinggung sedikit mengenai pola komunikasi transmitter yang berbentuk analog dengan menggunakan arus 4-20 mA. Pada bagian selanjutnya, akan dibahas lebih detail mengenai pola komunikasi pada perangkat instrumentasi.

Keep Stay Tuned