Monday, November 27, 2017

Kontrak Kerjasama Migas : Konsesi dan Production Sharing Contract, -part 2

Untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada tulisan sebelumnya, mari coba kita tengok gambar diagram dibawah ini :


Gambar diatas menunjukkan tren investasi di bidang migas pada tahun 2010-2015 yang dihimpun oleh IFPEN, sebuah institusi pendidikan prancis dalam bidang perminyakan dan energi terbarukan. Dari data tersebut, bisa kita lihat bersama prediksi dari para analis migas yang memperkirakan bahwa pada tahun 2015, investasi migas akan terus naik hingga menyentuh angka 762 milyar dolar. Faktanya, malah terjadi penurunan sebesar 30 persen pada tahun tersebut. Jadi, bisa kita ambil sebuah kesimpulan bahwa nyatanya analis migas tidak bisa memprediksi secara tepat mengenai perkembangan investasi migas.

Apa penyebab turunnya investasi migas di tahun 2015 tersebut? 
Lagi-lagi yang menyebabkan adalah harga jual migas. Ilmu ekonomi yang sederhananya adalah pengaruh supply and demand. Kita mengetahui harga migas meroket pada rentang tahun 2010 hingga akhir 2013. Tercatat, harga migas mencapai lebih dari 100 dolar perbarel sebelum akhirnya nyungsep akibat melimpahnya minyak yang berasal dari produsen minyak unkonvensional.

Ada sisi menarik yang bisa kita cermati ketika melihat transisi harga migas yang tadinya meroket kemudian jatuh bebas tersebut yang kaitannya dengan perilaku para pelaku migas. Ketika harga minyak masih tinggi, otomatis hal ini akan menarik banyak investor untuk berinvestasi. Maka, otomatis, nilai investasi migas akan naik dan membuat bisnis migas menjadi ramai. 
Hal ini serta merta akan mendorong biaya pengeluaran menjadi semakin mahal, misalkan naiknya harga sewa alat, naiknya jasa manpower dan sebagainya. Lagi-lagi, ini perkara supply and demand. Namun, mengingat harga minyak yang tinggi, secara tidak langsung akan membuat potensi suatu wilayah kerja menjadi lebih mudah untuk dikembangkan. Berapapun besar biaya yang dikeluarkan, jika dihitung, kecenderungan cashflow-nya akan positif karena didukung dengan tingginya harga migas. Maka, suatu wilayah migas bisa naik menuju ke fase pengembangan. Ingat, migas adalah industri strategis dan negara juga membutuhkan migas untuk menopang segala aktifitasnya.

Jika memang dianggap komersil dilihat dari jumlah cadangan terbukti dan didukung oleh harga migas yang tinggi, maka cost recovery harus dilaksanakan oleh negara dengan jumlah yang naik berkali lipat karena kondisi harga migas yang tinggi memicu pengeluaran yang juga tinggi untuk melakukan eksplorasi. Toh, jika secara hitung-hitungan cashflow-nya masih positif, maka berapapun biaya yang dikeluarkan akan kembali -break even point. Namun, hal ini menimbulkan polemik ketika harga migas mengalami fluktuasi naik-turun, meskipun dalam hitungan tahun. Salah prediksi bisa menimbulkan sebuah hal yang bisa membahayakan. Cost recovery pun bisa menjadi buah simalakama dalam rangka menyikapi harga migas yang tidak stagnan tersebut. Bisa kita lihat contohnya seperti yang terjadi di Venezuela

Jadi, jangan salah ketika banyak pelaku migas juga memonitor pergerakan harga migas karena hal ini turut menentukan masa depan mereka. Saya memiliki seorang teman yang bekerja dalam bidang pengeboran yang terpaksa harus diberhentikan karena sepinya proyek akibat harga migas turun. Kita bisa lihat bahwa migas merupakan sebuah industri yang strategis, namun disisi lain, ketergantungan negara akan penghasilan dari migas bisa membawa sebuah dampak yang negatif. 

Pemerintah Indonesia pada tahun 2017, mengembangkan skema baru PSC yang disebut sebagai Gross Split. Gross split menghilangkan cost recovery dan pemerintah mendapatkan hasil berdasarkan perjanjian persentase jumlah produksi kotor. Segala biaya yang dikeluarkan oleh Kontraktor KKS menjadi tanggung jawab kontraktor KKS. Yang pasti, jatah pemerintah ada dan tetap menurut persentasi hasil produksi. 

Sederhanya, jika bagi hasil 50 : 50, hasilnya dua, maka satu untuk pemerintah. Jika hasilnya 10, maka lima untuk pemerintah.

Penentuan Gross split berdasarkan beberapa ketentuan variabel yang akan menentukan berapakah share yang diterima oleh pemerintah. Bisa saja nilai share pemerintah lebih kecil ataupun lebih besar tergantung daripada kondisi wilayah kerja.


Dengan tidak adanya penghitungan cost recovery, diharapkan lebih mempercepat proses pengembangan suatu wilayah kerja karena tidak ada hitung-hitungan cost recovery. Oleh karena itu, hal ini membuat administrasi menjadi lebih mudah dan kontraktor diharapkan bisa lebih efisien dalam pengeluaran sehingga diharapkan bisa menggunakan produk lokal. 

Tetapi, akankah gross split ini menarik dimata investor? Mengingat semua biaya akan dibebankan di tangan investor ditengah turunnya harga migas saat ini. Di sisi lain, melalui gross split ini, NOC secara tidak langsung akan dituntut untuk bisa mengelola migas secara lebih mandiri. Migas adalah industri strategis yang sumbangan terhadap kedaulatan negara cukup besar. Jika NOC belum memiliki kemampuan, maka akan diserahkan kembali kepada IOC, tentu saja ketergantungan ini akan membuat IOC lebih memiliki nilai tawar yang bisa membuat kebijakan ini bisa berpotensi untuk mengalami perubahan di masa depan.

1 comment:

Leave your comment, any urgent message please mail me !